STRATEGI POLITIK BEBAS AKTIF INDONESIA - PesonaNusa

Breaking

Home Top Ad

Rabu, 05 Maret 2025

STRATEGI POLITIK BEBAS AKTIF INDONESIA

Irjen Pol Chaidir, M.Si, MPP, M.Han

Tenaga Ahli Pengajar Lemhannas RI


Berakhirnya perang dingin antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet sekitar tahun 1990-an, ditandai dengan runtuhnya paham ideologi komunis di negara-negara Eropa Timur dan bersatunya kembali negara Jerman. Fenomena ini semakin menunjukan kedigdayaan pihak Barat dalam memimpin hegemoni global yang sampai saat ini tetap mempertahankan North Atlantic Treaty Organization (NATO) sebagai organisasi pertahanan dan keamanan di kawasan Atlantik Utara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan negara-negara non Barat, yang dapat dirasakan meningkatnya konflik di Timur Tengah dan ketegangan di kawasan Asia.


Menghadapi ketimpangan kekuatan hegemoni global pada era pasca-Perang Dingin beberapa negara-negara non Barat membentuk suatu kerja sama multilateral yang berfungsi sebagai penyeimbang kedigdayaan unipolar yang dipimpin AS seperti Shanghai Cooperation Organisation (SCO) yang dibentuk sekitar tahun 1996 dan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dunia yaitu BRICS yang dicetuskan pertama kali tahun 2001. Belum lama ini Indonesia pun ikut dalam keanggotaan BRICS pada tanggal 6 Januari 2025, dengan pertimbangan memperkuat kerja sama ekonomi di antara para anggotanya termasuk sebagai upaya untuk mempromosikan perdagangan bebas yang tidak diskriminatif, selain itu juga sebagai pertimbangan strategi penguatan diplomasi multilateral Indonesia untuk menciptakan sistem yang lebih adil bagi negara-negara berkembang.


Meski SCO lebih dulu dibentuk dibanding BRICS, namun banyak kalangan di Indonesia belum mengenal lebih dalam organisasi ini, karena awal pembentukannya diprakarsai oleh negara-negara yang dulunya diasosiasikan sebagai negara komunis yaitu Tiongkok dan Rusia serta beberapa negara bekas pecahan Uni Soviet, yaitu Kazakhstan, Republik Kirgistan, dan Tajikistan, sehingga awalnya dikenal dengan ‘Shanghai Five’. Tujuan dibentuknya kerja sama multilateral ini adalah untuk menjadikan kolaborasi terukur di Eurasia dalam menghadapi tantangan geopolitik, geoekonomi, dan geostrategis regional, yang kemudian pada tahun 2001 setelah masuknya Uzbekistan organisasi internasional tersebut berganti nama menjadi Shanghai Cooperation Organisation (SCO).


Perjalanan berkembangnya SCO, pada tahun 2005, India, Pakistan, dan Iran telah bergabung dalam organisasi tersebut dengan status sebagai pengamat. Kemudian tahun 2017 India dan Pakistan menjadi anggota penuh, lalu disusul Iran pada tahun 2023. Sejak tahun 2008, SCO telah memasukan beberapa negara yang ikut serta sebagai mitra dialog, yaitu Azerbaijan, Armenia, Kamboja, Sri Lanka, Nepal, Mesir, Arab Saudi, Qatar, Maladewa, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, dan Myanmar. Saat ini, SCO memiliki tiga negara pengamat yaitu Belarus, Mongolia, dan Afghanistan yang juga berkeinginan untuk diterima sebagai keanggotaan penuh. Dengan demikian saat ini SCO menjadi organisasi regional terbesar di dunia dengan sepuluh negara anggota, yang mencakup 60 persen wilayah Eurasia, yang merupakan naungan bagi lebih dari tiga miliar orang, dan menyumbang seperempat dari ekonomi global.


Meskipun secara umum cakupan kerjasama SCO meliputi geopolitik, geoekonomi, dan geostrategis regional, namun SCO juga memiliki aktivitas dalam menjalin konektivitas kerjasama global dan regional seperti PBB, negara-negara Persemakmuran, ASEAN, UNODC, dan badan internasional lainnya. Di samping itu, SCO juga aktif dalam memerangi masalah ekstremisme dan narkoterorisme demi perdamaian dan kesejahteraan, karena dalam struktur organisasinya, SCO memiliki Komite Eksekutif Struktur Antiteroris Regional (RATS), yang berkantor pusat di Tashkent, Uzbekistan, dan bertugas untuk mempromosikan kerja sama negara-negara anggota melawan tiga kejahatan: terorisme, separatisme, dan ekstremisme. RATS juga menangani secara khusus pada terorisme siber, forensik digital, dan ransomware. Selain itu SCO juga melakukan upaya untuk mengatasi masalah wilayah sengketa perbatasan dan mengatasi ancaman keamanan negara para anggotanya.


Bagi Indonesia, organisasi multilateral ini sepertinya sangat cocok terlebih bila ditinjau dari semangat yang dibangun dalam organisasi tersebut yang ditunjukan pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) SCO di Dushanbe, para anggotanya sepakat untuk menentang intervensi dalam urusan internal negara lain dengan alasan 'kemanusiaan' dan 'melindungi hak asasi manusia; dan mendukung upaya satu sama lain dalam menjaga kemerdekaan nasional, kedaulatan, integritas teritorial, dan stabilitas sosial masing-masing negara anggotanya. Hal ini selaras dengan Tujuan nasional Indonesia yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang menyerukan untuk menghapuskan penjajahan di atas dunia. Di samping itu, dalam pembukaan konstitusi tersebut juga mengarahkan bangsa Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia. Terlebih saat ini Indonesia dihadapkan pada tantangan-tantangan separatisme, kerawanan wilayah perbatasan yang begitu luas, terorisme, serta penyelendupan narkoba yang sering juga ditenggarai oleh pejabat BNN sebagai suatu kesengajaan “pembiaran” yang dilakukan otoritas negara lain.


Oleh karena itu, SCO sangat penting bagi Indonesia bila dilihat posisi geografis Indonesia yang diantaranya dikelilingi negara-negara yang berafiliasi poros tertentu. Kita tidak ingin terulang peristiwa lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, termasuk lepasnya Timor Timur dari  kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi di beberapa wilayah Indonesia masih memiliki potensi kerawanan adanya unsur separatisme yang ditunggangi oleh negara-negara lain. Ditambahnya adanya penempatan pasukan di kawasan suatu negara yang berbatasan dengan Indonesia. Maka Indonesia perlu bersinergi dengan adanya suatu kekuatan yang sama-sama mengutuk suatu gerakan manuver yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan republik Indonesia. Di samping ancaman kedaulatan, Indonesia selama ini juga sering mendapatkan serangan terorisme yang aktor intelektualnya justru berasal dari negara tetangga, oleh karena itu SCO sangat penting, karena juga bergerak dalam hal kerja sama counter terrorism.


Sebagai kekuatan yang sedang berkembang dalam tatanan global multipolar saat ini, Indonesia sebagai negara bebas aktif dalam konstitusinya, memerlukan akses ke berbagai forum multilateral. Langkah Indonesia bergabung dalam BRICS perlu diapresiasi meskipun hal tersebut mendapatkan berbagai tantangan dari negara-negara yang mensinyalir bahwa organisasi multilateral tersebut sebagai reaksi dari adanya ketegangan perang ekonomi global.


Namun Indonesia perlu berhati-hati juga dalam menentukan bergabung atau tidaknya pada platform kerjasama internasional, seperti Belt and Road Initiative (BRI) yang dulunya dikenal juga dengan nama One Belt One Road (OBOR), yang cenderung tidak bersifat konsultatif maupun transparan. Bahkan perjanjian multilateral tersebut terkesan merupakan ambisi Tiongkok untuk mencapai kepentingan hegemoniknya di Eurasia. Semua perjanjian BRI di kawasan tersebut mengamanatkan bahwa negara penerima harus mengalihkan kendali yang lebih besar atas aset tersebut ke Beijing, jika mereka gagal membayar pinjaman. Kondisi pinjaman yang ketat telah menyebabkan banyak negara, termasuk Tajikistan, Republik Kirgistan, Iran, Rusia, dan Pakistan, masuk ke dalam “perangkap utang” Tiongkok dalam BRI.


Keterlibatan Indonesia dengan SCO dan platform multilateral lainnya harus dilihat berdasarkan kebijakan luar negeri proaktif pemerintah saat ini untuk menjaga ruang strategis Indonesia dalam konteks dan pertimbangan geopolitik dan geoekonomi yang berubah dengan cepat. Bergabungnya Indonesia dalam organisasi Internasional akan memberi kesempatan untuk melindungi, mempromosikan, dan memproyeksikan kepentingan geostrategis dan geoekonomi Indonesia serta menjadikan platform untuk menegaskan kembali komitmennya untuk menghidupkan kembali dan memperdalam ikatan peradaban, spiritual, dan budaya yang telah berusia berabad-abad dengan anggota kelompok negara lain.**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar