KONSEKUENSI LEGITIMASI PEMERINTAHAN YANG LEMAH - PesonaNusa

Breaking

Home Top Ad

Jumat, 14 Februari 2025

KONSEKUENSI LEGITIMASI PEMERINTAHAN YANG LEMAH


Irjen Pol Chaidir
Tenaga Ahli Pengajar Lemhannas RI


Isu sistem penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) di Bangladesh menjadi penyebab kerusuhan yang berdampak kejatuhan Kepala Pemerintahan, yaitu Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina. Hal ini tentunya akan sangat mengherankan bagi sebagian kalangan di Indonesia. Apalagi sistem penerimaan tersebut diutamakan bagi keluarga veteran perang yang telah berjasa dalam perang dengan Pakistan tahun 1971, dengan mengalokasikan kuota sekitar 30 persen. Kebijakan tersebut menimbulkan protes bagi warga yang menuntut lapangan pekerjaan yang kemudian terjadinya bentrokan aparat kepolisian dengan para pengunjuk rasa yang sebagian besar adalah mahasiswa kemudian menimbulkan terjadinya kerusuhan dan aksi pembakaran gedung-gedung pemerintahan yang terjadi mulai tanggal 16 Juli 2024 di Dhaka Bangladesh. Kerusuhan tersebut telah merengut korban sekitar 115 orang meninggal dunia, dan lebih dari 400 orang  mengalami luka yang sebagian besar adalah para mahasiswa. Bentrokan sporadis di beberapa wilayah di Ibu Kota Dhaka dilaporkan terjadi pada Sabtu 20 Juli 2024.


Meskipun peraturan alokasi penerimaan PNS telah dirubah oleh Mahkamah Agung Bangladesh dari alokasi 30 persen menjadi 5 persen, namun para pengunjuk rasa tetap melakukan aksi demonstrasi melawan pemerintah. Sebesar 93 persen kuota PNS kini dialokasikan untuk masyarakat umum berdasarkan prestasi, satu persen ditujukan ke anggota kelompok etnis minoritas, dan, satu persen kuota terakhir untuk transgender dan penyandang disabilitas. Para pengunjuk rasa tetap menuntut keadilan karena banyak pengunjuk rasa yang meninggal dalam kerusuhan beberapa hari terakhir, kemudian menuntut pembebasan para pemimpin protes yang ditahan, pemulihan layanan internet, dan pengunduran diri para menteri pemerintah. Kerusuhan juga menyebabkan lebih dari 800 tahanan melarikan diri dari penjara dengan membawa 85 senjata api dan 10.000 butir amunisi. Namun, baru 58 tahanan yang ditangkap. Demonstrasi juga terjadi di negara-negara lain yang dihuni komunitas warga Bangladesh seperti London, Inggris dan New York, AS.


Gelombang protes tersebut merupakan tantangan paling serius bagi pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina sejak memenangkan masa jabatan keempat periode berturut-turut. Sheikh Hasina adalah Perdana Menteri Bangladesh yang ke-10 yang memerintah dari tahun 1996 sampai 2001 dan dari 2009 sampai 2024. Ia adalah anak sulung dari Sheikh Mujibur Rahman, presiden pertama Bangladesh. Dalam pernyataannya, Sheikh Hasina mengundurkan diri agar tidak menimbulkan korban yang lebih banyak lagi. 

Selanjutnya para mahasiswa yang memimpin aksi massa mengajukan Prof. Muhammad Yunus untuk memimpin pemerintahan sementara dan menolak pemerintahan pimpinan militer. Muhammad Yunus merupakan simbol perlawanan pemerintah yang merupakan musuh politik mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina.  Ia ditunjuk sebagai pemimpin sementara negara itu. Prof. Muhammad Yunus yang telah berusia 84 tahun dan pernah meraih Nobel perdamaian dikenal sebagai pelopor keuangan mikro, yang membantu mengangkat sebagian masyarakat termiskin di negara itu keluar dari kemiskinan, sehingga ia kerap dijuluki “bankir kaum miskin”. Dalam beberapa bulan setelah menerima penghargaan Nobel, ia semakin terlibat dalam politik. Namun, ia menarik diri dari politik setelah kehilangan kepercayaan pada perebutan kekuasaan. Ia kalah dalam persaingan tersebut, karena ia menganggap bahwa ia bukan orang politik, sehingga ia mengumumkan bahwa ia juga tidak akan mendirikan partai politik.


Meski Prof. Yunus dipuji banyak kalangan karena mempelopori penggunaan pinjaman mikro untuk kaum miskin, namun Perdana Menteri Sheikh Hasina yang berkuasa pada tahun 2008, menganggapnya sebagai musuh masyarakat dan menuduhnya sebagai “Penghisap darah" orang miskin melalui kegiatan bisnisnya. Perdana Menteri Sheikh Hasina melakukan serangkaian penyelidikan terhadap Prof. Yunus dan para pendukungnya yang dinilainya bermuatan politik. Prof. Yunus saat ini berstatus dibebaskan dengan jaminan sembari mengajukan banding atas hukuman penjara enam bulan. Saat ini, setelah pemerintahan Sheikh Hasina berakhir, Prof Yunus-lah yang muncul sebagai tokoh yang disukai oleh para pemimpin protes mahasiswa untuk mengarahkan Bangladesh kembali ke stabilitas ekonomi. Para pengunjuk rasa menginginkan peraih Nobel perdamaian itu sebagai penasihat utama bagi pemerintahan sementara. 



Namun dalam wawancara mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina dengan Economic Times menyatakan adanya keterlibatan pihak Amerika Serikat (AS) yang berada dibalik kerusuhan tersebut untuk menjatuhkan pemerintahannya karena tidak mengijinkan pihak AS untuk dapat membangun pangkalan militernya di pulau Saint Martin. Dijelaskan lebih lanjut seorang diplomat senior AS yang mengunjungi Dhaka pada bulan Mei 2024 yang berusaha menekan Hasina agar berinisiatif melawan Tiongkok.


Rusia pun pernah memprediksi melalui Juru bicara Kementerian Luar Negerinya, Maria Zakharova dalam sebuah konferensi pers pada bulan Desember 2023 bahwa jika Hasina kembali berkuasa dalam pemilihan umum 2024, AS akan menggunakan semua kekuatannya untuk menggulingkan pemerintahannya. AS akan menciptakan situasi seperti "Arab Spring" untuk membawa perubahan rezim tersebut. Di dalam laporan-laporan utama sering menyebutkan bahwa AS telah mengincar Pulau St. Martin selama bertahun-tahun untuk pangkalan angkatan udara keduanya di wilayah tersebut.


Pada bulan Mei lalu sebelum terjadinya kerusuhan, Sheikh Hasina juga mengklaim bahwa AS mencoba mengambil alih pulau tersebut, dengan menjanjikan bahwa ia akan terpilih kembali dalam Pemilu tersebut tanpa hambatan jika ia mengizinkan AS mendirikan pangkalan angkatan udara di pulau tersebut. Namun ia menyebutkan bahwa pada bulan Juni 2023, dia mengatakan bahwa partai oposisinya yaitu Bangladesh Nationalist Party (BNP) ingin menjual Pulau St. Martin untuk merebut kekuasaan pemerintahan. Jika BNP berkuasa, mereka akan memberikan pulau Saint Martin kepada pihak asing dengan dalih memposisikan Bangladesh dalam Dialog Keamanan Quadrilateral/ Quadrilateral Security Dialogue (Quad). Bahkan disinggungnya bahwa ada rencana pihak AS untuk membentuk negara kecil dengan mengambil bagian dari Bangladesh dan Myanmar, seperti yang terjadi di Timor Leste.


Penting untuk dicatat bahwa kudeta di Bangladesh secara luas dispekulasikan sebagai operasi pergantian rezim oleh AS. Protes di Bangladesh, kekerasan, dan kepergian Sheikh Hasina dari negara tersebut telah menimbulkan pertanyaan apakah ada negara AS di balik kudeta tersebut. Perlu dicatat bahwa meskipun kuota, yang menjadi dasar protes, telah dihapuskan oleh Mahkamah Agung Bangladesh, namun aksi unjuk rasa tidak juga berhenti. Protes semakin intensif, sehingga Hasina memerintahkan penggunaan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa dan ratusan pengunjuk rasa tewas dalam prosesnya. Setelah kepergian Hasina dan Angkatan Darat mengambil alih negara tersebut, kekerasan tetap meningkat.


Peran kekuatan asing dalam menggulingkan pemerintahan Sheikh Hasina menjadi bahan pembicaraan sekaligus perhatian. Salah satu lembaga yang namanya kerap muncul adalah United State Agency for International Development (USAID). Tujuan utama USAID sangat jelas, yatu untuk memajukan kepentingan AS di luar negeri. Pergantian rezim merupakan salah satu kepentingan AS, tentunya di belakangnya terdapat organisasi intelijen CIA milik pemerintah AS. Selain Bangladesh, USAID pernah dituduh juga terlibat langsung dalam pergantian rezim di Nikaragua dan Venezuela.


Adanya spekulasi analisis bahwa tawaran pembangunan pangkalan udara tersebut dibuat oleh AS, yaitu banyaknya laporan tentang AS yang mencoba mencampuri Pemilu di Bangladesh dengan menjatuhkan sanksi terhadap Rapid Action Battalion (RAB) Bangladesh dan beberapa pejabat pemerintah termasuk partai berkuasa Awami League, di samping memberlakukan pembatasan visa pada pejabat Bangladesh. AS juga memberikan dukungan kepada Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) yang beraliran Islam dan sekutu Jihadisnya Jamaat-e-Islami selama protes terhadap pemerintahan yang dipimpin PM Sheikh Hasina. AS dan negara-negara Barat lainnya berharap pemerintahan Liga Awami akan mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sementara, serta membebaskan semua pemimpin BNP dan Jamaat yang dipenjara untuk memastikan pemilihan umum yang “bebas dan adil”. Namun terlepas dari polemik yang terjadi di Bangladesh, India dan China mendukung Sheikh Hasina dalam menghadapi tekanan AS.


Pulau Saint Martin adalah pulau kecil yang terletak di dekat ujung Selatan Bangladesh, sekitar 9 km Selatan ujung semenanjung Cox's Bazar-Teknaf. Pulau ini merupakan bagian paling Selatan Bangladesh. Pulau ini berjarak sekitar 8 kilometer di sebelah Barat pantai Barat Laut Myanmar, di muara Sungai Naf. Pulau ini dapat dicapai dengan kapal dan perahu. Meskipun Bangladesh mengelola pulau tersebut, Myanmar juga mengklaimnya. Pasukan Myanmar terkadang menargetkan nelayan dari pulau tersebut di laut. Pulau St. Martin telah menjadi hotspot geopolitik karena lokasinya yang strategis dekat dengan jalur laut vital yang penting untuk perdagangan global dan kedekatannya dengan sumber daya alam. Kondisi tersebut berfungsi sebagai pintu gerbang ke Samudra Hindia, menjadikannya penting bagi keamanan regional dan kepentingan ekonomi. Lokasinya yang dekat dengan Selat Malaka, yaitu salah satu rute perdagangan maritim tersibuk di dunia, Pulau St. Martin memiliki nilai strategis yang signifikan. Oleh karena itu, dengan adanya keberadaan pangkalan militer di pulau itu akan memberi kemampuan pengawasan di Teluk Benggala yang tak tertandingi, termasuk pengawasan investasi dan kegiatan Tiongkok di wilayah sekitar Selat Malaka.


Pergantian rezim yang telah terjadi di Bangladesh dengan ditandai mundurnya pemerintahan yang secara konstitusional berkuasa namun apabila tidak didukung legitimasi yang kuat maka penggulingan melalui aksi massa menjadi suatu keniscayaan. Pemicu massa bisa bermacam-macam penyebab seperti seperti krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 ataupun mungkin masalah yang menurut kita tidak terlalu signifikan sebagaimana masalah kuota rekrutmen yang terjadi di Bangladesh. Pemerintah yang stabil memerlukan apa yang disebut Gaetano Mosca (1939) sebagai “respect” (penghormatan) terhadap segala kebijakannya untuk bisa dijalankan oleh sebagian besar masyarakatnya. Dalam situasi ini Masyarakat Bangladesh benar-benar menuntut perbaikan kesejahteraan melaui penerimaan pegawai yang adil, lebih berdasarkan pada prestasi (merit system). Kondisi legitimasi yang lemah lalu dimanfaatkan oleh negara adidaya untuk dapat menggunakan pulau Saint Martin yang memiliki posisi strategis dalam menempatkan dan menyusun kekuatan militernya di kawasan Asia.


Adanya isu upaya pembangunan pangkalan militer AS bahkan isu pembentukan negara kecil di pulau Saint Martin yang merupakan bagian dari wilayah Bangladesh dan Myanmar, tentunya ini sangat memberikan dampak tantangan yang besar bagi kawasan Asia. Negara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia perlu menyikapi masalah demokrasi internal di negaranya agar tidak menjadi titik lemah yang dapat dimanipulasi pihak asing yang memiliki kepentingan untuk menanamkan pengaruh dan kekuasaannya di negara tersebut. **


Tidak ada komentar:

Posting Komentar